Laman

Kamis, 25 September 2014

BAB 2 Tinjauan Pustaka Tanaman Jahe

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jahe

Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Oleh
karena itu kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali
memanfaatkan jahe terutama sebagai bahan minuman, bumbu masak dan
obat-obatan tradisional.

2.1.1 Nama Daerah
Tanaman jahe memiliki nama daerah antara lain halia (Aceh), beeuing (Gayo), bahing (Batak Karo), sipodeh (Minangkabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan Bali), jhai (Madura), melito (Gorontalo), geraka (Ternate), dsb.

2.1.2 Sejarah

Jahe diperkirakan berasal dari India. Namun ada pula yang mempercayai jahe berasal dari Republik Rakyat Tiongkok Selatan. Dari India, jahe dibawa sebagai rempah perdagangan hingga Asia Tenggara, Tiongkok, Jepang, hingga Timur Tengah. Kemudian pada zaman kolonialisme, jahe yang bisa memberikan rasa hangat dan pedas pada makanan segera menjadi komoditas yang populer di Eropa.

2.1.3 Deskripsi Tanaman

Tanaman jahe (Zingiber officinale Roscoe) termasuk keluarga Zingiberaceae yaitu suatu tanaman rumput-rumputan tegak dengan ketinggian 30-100 cm, namun kadang-kadang tingginya dapat mencapai 120 cm daunnya sempit, berwarna hijau bunganya kuning kehijauan dengan bibir bunga ungu gelap berbintik-bintik putih kekuningan dan kepala sarinya berwarna ungu. Akarnya yang bercabang-cabang dan berbau harum, berwarna kuning atau jingga dan berserat.
Tanaman jahe secara botani dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi               : Spermatophyta
Sub-divisi         : Angiospermae
Kelas                : Monocotyledoneae
Ordo                : Musales
Famili              : Zingiberaceae
Genus              : Zingiber
Species            : Officinale





Description: C:\Users\PERSONAL\Downloads\jahe1.jpg
Gambar 1. Rimpang jahe

Jahe dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna
rimpangnya. Umumnya dikenal 3 varietas jahe, yaitu :
1). Jahe putih/kuning besar atau disebut juga jahe gajah atau jahe badak Rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini bias dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan.
2).  Jahe putih/kuning kecil atau disebut juga jahe sunti atau jahe emprit Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari pada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya.
3).  Jahe merah Rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari pada jahe putih kecil sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan.

2.1.4 Kandungan Kimia

Rimpang jahe mengandung 2 komponen, yaitu:
1. Volatile oil (minyak menguap)
Biasa disebut minyak atsiri merupakan komponen pemberi aroma yang  khas pada jahe, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Minyak atsiri merupakan salah satu dari dua komponen utama minyak jahe. Jahe kering mengandung minyak atsiri 1-3%, sedangkan jahe segar yang tidak dikuliti kandungan minyak atsiri lebih banyak dari jahe kering. Bagian tepi dari umbi atau di bawah kulit pada jaringan epidermis jahe mengandung lebih banyak minyak atsiri dari bagian tengah demikian pula dengan baunya. Kandungan minyak atsiri juga ditentukan umur panen dan jenis jahe. Pada umur panen muda, kandungan minyak atsirinya tinggi. Sedangkan pada umur tua, kandungannyapun makin menyusut walau baunya semakin menyengat.

2. Non-volatile oil (minyak tidak menguap)
     Biasa disebut oleoresin salah satu senyawa kandungan jahe yang sering diambil, dan komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Sifat pedas tergantung dari umur panen, semakin tua umurnya semakin terasa pedas dan pahit. Oleoresin merupakan minyak berwarna coklat tua dan mengandung minyak atsiri 15-35% yang diekstraksi dari bubuk jahe. Kandungan oleoresin dapat menentukan jenis jahe. Jahe rasa pedasnya tinggi, seperti jahe emprit, mengandung oleoresin yang tinggi dan jenis jahe badak rasa pedas kurang karena kandungan oleoresin sedikit. Jenis pelarut yang digunakan, pengulitan serta proses pengeringan dengan sinar matahari atau dengan mesin mempengaruhi terhadap banyaknya oleoresin yang dihasilkan.

Table 1. Komponen Volatil dan Non-volatil Rimpang Jahe
Fraksi
Komponen
Volatile




Non-volatile
(-)-zingeberene, (+)-ar-curcumene, (-)-β-sesquiphelandrene,
-bisaboline, -pinene, bornyl acetat, borneol, camphene,
-cymene, cineol, cumene, β-elemene, farnesene,
β-phelandrene, geraneol, limonene, linalool, myrcene,
β-pinene, sabinene.

Gingerol, shogaol, gingediol, gingediasetat, Gingerdion,
Gingerenon.
Sumber : WHO Monographs on selected medicinal plants Vol 1,1999

Kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman jahe terutama golongan flavonoida, fenolik, terpenoida, dan minyak atsiri (Benjelalai, 1984). Senyawa fenol jahe merupakan bagian dari komponen oleoresin, yang berpengaruh dalam sifat pedas jahe (Kesumaningati, 2009), sedangkan senyawa terpenoida adalah merupakan komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai bau, dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan minyak atsiri. Monoterpenoid merupakan biosintesa senyawa terpenoida, disebut juga senyawa “essence” dan memiliki bau spesifik. Senyawa monoterpenoid banyak dimanfaatkan sebagai antiseptik, ekspektoran, spasmolitik, sedative, dan bahan pemberi aroma makanan dan parfum. Menurut Nursal, 2006 senyawa-senyawa metabolit sekunder golongan fenolik, flavanoiada, terpenoida dan minyak atsiri yang terdapat pada ekstrak jahe diduga merupakan golongan senyawa bioaktif yang dapat menghambat pertumbuhan bakeri.

2.1.5 Antioksidan Pada Jahe

Menurut Kusumaningati RW (2009) kemampuan jahe sebagai antioksidan alami tidak terlepas dari kadar komponen fenolik total yang terkandung di dalamnya, dimana jahe memiliki kadar fenol total yang tinggi dibandingkan kadar fenol yang terdapat dalam tomat dan mengkudu. Gingerol dan shogaol telah diidentifikasi sebagai komponen antioksidan fenolik jahe.
Rimpang jahe juga bersifat nefroprotektif terhadap mencit yang diinduksi oleh gentamisin, dimana gentamisin meningkatkan Reactive Oxygen Species (ROS) dan jahe yang mengandung flavanoida dapat menormalkan kadar serum kreatinin, urea dan asam urat (Laksmi B.V.s ., Sudhakar M, 2010).

2.1.6 Farmakokinetik Jahe

Menurut Zick SM, et al ., 2008. Pada manusia  konjugat jahe mulai muncul 30 menit setelah pemberian melalui oral, dan mencapai Tmax antara 45 -120 menit, dengan t½ eliminasi 75 – 120 menit pada dosis dua gram. Pada uji ini tidak ada efek samping dilaporkan setelah menggunakan 2 g ekstrak jahe.

2.2 Gingerol

Gingerol adalah grup fenol yang ditemukan di jahe dan memberikan manfaat kesehatan karena sifat antioksidannya. Walaupun dalam bentuk kering, jahe bubuk memiliki shogaol, yang merupakan bentuk dehidrasi dari gingerol. Shogaol juga dikenal aktivitas antioksidannya dan dilaporkan memiliki aktivitas anti-radang dan anti-kanker.
1.      Struktur kimia, sifat dan golongan
2.      Struktur
Rumus molekul gingerol C17H26O413.
Nama sistematik : (S)-5-hidroksi-1-(4-hidroksi-3-methoxyphenyl)-3-dekanon2.
 Description: https://hadyherbs.files.wordpress.com/2011/12/gingerol.jpg?w=300&h=83
Gambar 2. Struktur gingerol2.

2.2.1 Sifat
Senyawa gingerol memiliki banyak gugus hidroksil sehingga bersifat polar10.zat pedas gingerol yaitu: (6)-gingerol 6085%; (4)-gingerol;(8)-gingerol 5-15%, (10)-gingerol 6-22% (12)-gingerol; (6)-methylgingerdiol11.Gingerol merupakan senyawa yang labil terhadap panas baik selama penyimpanan maupun pada waktu permrosesan, sehingga gingerol sulit untuk dimurnikan, dan akan berubah menjadi shogaol. Tingkat kepedasan menentukan kualitas minyak jahe. Metode yang paling sederhana untuk menilai tingkat kepedasan  adalah dengan organoleptic karena sangat subyektif dan  mempunyai hasil yang berbeda-beda. Hal tersebut dapat diatasi dengan menggunakan HPLC13.
Sifat kimia fisika dari gingerol1,16:
·         Berat molekul: 294,39 g/mol.
·         Bentuk: minyak berwarna kuning muda atau kristal.
·         Penyimpanan: disimpan dalam wadah tertutup rapat.
·         Massa jenis: 1,083 g/cm3.
·         Titik didih: 453oC.

2.2.2 Golongan
Gingerol merupakan golongan fenol yang merupakan desinfektan yang paling umum yang digunakan di laboratorium sebagai penghambat pertumbuhan kuman atau membunuhnya. Kandungan gingerol dalam minyak jahe sekitar 20 sampai 30 persen berat jahe9,10
·         Rimpang  jahe juga mengandung flavonoid, 10- dehydrogingerdionegingerdionearginine, á-linolenic acid,aspartia acid , kanji, lipid, kayu damar, asam amino, protein, vitamin A dan niacin serta mineral. Kadar olesinnya mencapai 3%3,7.
·         Asam-asam organik seperti asam malat dan asam oksalat, Vitamin A, B (colin dan asam folat), dan C, senyawa- senyawa flavonoid, polifenol, aseton ,methanol, cineole, dan arginine12.
·         Senyawa utama dalam  tanaman jahe yaitu gingerol. Gingerol merupakan golongan dari fenol dari poliketida pada jalur asam asetat.

2.2.3 Efek farmakologi

·         Minyak jahe berisi gingerol yang berbau harum khas jahe, berkhasiat mencegah dan mengobati mual dan muntah, misalnya karena mabuk kendaraan atau pada wanita yang hamil muda. Juga rasanya yang tajam merangsang nafsu makan, memperkuat otot usus, membantu mengeluarkan gas usus serta membantu fungsi jantung9.
·         Gingerol pada jahe bersifat antikoagulan, yaitu mencegah penggumpalan darah. Jadi mencegah tersumbatnya pembuluh darah, penyebab utama stroke, dan serangan jantung. Gingerol juga diduga membantu menurunkan kadar kolesterol7.
·         6-gingerol merupakan komponen zat pedas berefek sebagai antiemetika8.
·         Kandunga gingerol pada rimpang jahe memiliki efek analgesic, sedative, antipiretik dan anti bakteri secara in vitro maupun pada hewan coba9.
·         Gingerol, shogaol, dan gingerone memiliki antioksidan di atas vitamin E, selain itu juga memiliki aktifitas anti-inflamasi dan efek kemopreventif yang menunjukkan pencegahan timbulnya kanker pada percobaan karsinogenesis5.
·         Gingerol dan paradol juga beraktifitas sebagai anti-tumor yang dapat menahan tumbuh suburnya sel kanker pada tubuh manusia5.
·         Gingerol dan shogaol berfungsi sebagai antihepatotoksik terhadap CCldan galaktosamin penyebab sitotoksik pada hati tikus10.
·         Senyawa (6)-gingerol, (8)-gingerol dan (10)-gingerol dapat mengurangi aktivitas kardiotonik10.
·         Gingerol sebagai anti leukemia yang menginduksi sel leukemia apoptosis15.
·         Bertindak sebagai agen anti-bcl-215.
·         Dapat mencegah perkembangan sel kanker pada usus besar15.
·         Melindungi terhadap radiasi15.


2.3 Krim

 Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk pemakaian luar. Tipe krim ada dua yaitu krim tipe air minyak (A/M) dan krim minyak air (M/A). untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi. Umumnya berupa surfaktan-surfaktan anionik, kationik, dan nonionik (Anief, 2000).
Menurut (Ditjen POM,1995) krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal.
Krim disebut juga salep yang banyak mengandung air, sehingga memberikan perasaan sejuk bila dioleskan pada kulit. Sebagai vehikulum dapat dipakai emulsi kental berupa emulsi M/A atau emulsi A/M. Krim lebih mudah dibersihkan dari kulit dari pada salep yang menggunakan vaseline sebagai vehikulum (Joenoes, 1990).

Tidak ada komentar: